Libur panjang akhir tahun adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang, tak terkecuali para pekerja sepertiku. Di akhir tahun 2017 ini sudah jauh-jauh hari aku merencanakan liburan bersama teman-teman kantor untuk melepas kepenatan. Setelah melalui beberapa kali diskusi kami pun sepakat memilih Yogyakarta sebagai destinasi liburan kali ini. Tiket kereta dan penginapan sudah dipesan 2 bulan sebelum keberangkatan.
20 Desember 2017
Perjalanan kami dari Surabaya menuju Yogyakarta memakan waktu sekitar 6 jam, molor 1 jam dari jadwal seharusnya, tak apa lah namanya juga kelas ekonomi hehe. Sesampainya di stasiun Lempuyangan kami menunggu kedatangan motor yang kami pesan, ya..kita memilih sewa motor selama 6 hari untuk menjelajahi kota Jogja.
Source : Google |
Dari Lempuyangan kami bergegas menuju penginapan, namanya Homestay Nugraha, berlokasi di Jalan Lowanu,sekitar 3 km dari Malioboro. Ternyata mencari penginapan saat high season seperti Lebaran dan Tahun baru tidaklah mudah, hampir semuanya full.. beruntung kami dapat yang tidak jauh dari pusat kota dengan harga rasional.
Source : Google |
Hari pertama, karena hanya mengandalkan GPS kami pun nyasar dan sampai di penginapan terlalu malam. Alhasil hari itu kami hanya keluar untuk makan malam dan istirahat, mengisi energi untuk perjalanan esok hari.
PS : foto stasiun dan penginapan diambil dari google karena lupa memotret ketika di lokasi.
21 Desember 2017
Pagi itu Yogyakarta cukup ramai. Pasar Beringharjo tempat kami sarapan begitu riuh, kami mencoba salah satu makanan hasil googling semalam "Soto Pithes Mbah Galak" dari nama nya cukup membuat penasaran. Ternyata warung soto ini sekarang di kelola oleh cucu nya yang sama sekali tidak galak hehehe.
Destinasi pertama yang kami pilih adalah Gumuk Pasir Parangkusumo, Kabupaten Bantul. Perjalanan ke gumuk pasir dari penginapan memakan waktu sekitar 1 jam. Aku dan dua teman lainnya membawa 2 motor, sebenarnya dalam perjalanan ini ada 5 orang, namun karena perbedaan jadwal, dua teman yang lain akan menyusul di hari ketiga.
Peralatan dokumentasi sudah siap di genggaman, dan inilah..
Gumuk Pasir Parangkusumo.
Sejauh mata memandang yang kami lihat adalah gurun pasir luas dan beberapa spot foto yang sengaja dibuat oleh pengelola. Ada genangan air ditengah-tengah gurun yang terlihat seperti danau, kata orang-orang sekitar jika musim hujan memang begitu. Semakin siang matahari semakin terik, setelah berdiskusi kecil dengan penjaga parkir dan beberapa warga kami bergegas menuju destinasi selanjutnya..
Pantai Goa Cemara.
Berjarak beberapa kilometer dari Gumuk Pasir, searah dengan jalan menuju pusat kota kami rasa ini tujuan yang paling efisien. Pantai Goa Cemara di dominasi oleh pepohonan rindang, lebih tampak seperti hutan. Sedangkan pantai nya berpasir hitam dengan air kecoklatan dan gelombang ombak besar seperti karakteristik pantai selatan pada umumnya.
Puas berkeliling, kami kembali ke pusat kota. Sekitar jam 3 sore sampailah kami di Malioboro, belum ingin membeli oleh-oleh cuma jalan-jalan saja. Kami berjalan kaki menyusuri Malioboro dari ujung satu hingga ke ujung lainnya, kemudian berakhir di Benteng bangunan Belanda..
Benteng Vredeburg
Sejarah mengatakan Benteng ini dibangun oleh Belanda tahun 1765 dengan dalih untuk menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Kini Benteng Vredeburg dialih fungsikan menjadi museum sejarah. Di dalam benteng tedapat beberapa diorama mengenai sejarah Indonesia. Jendela besar seukuran pintu, tiang-tiang tinggi dan jalan berkoridor khas arsitektur Belanda terlihat mendominasi bangunan ini.
Langit mulai gelap, matahari menenggelamkan dirinya di ujung barat. Saatnya kembali ke penginapan melepas lelah setelah berjalan seharian.
22 Desember 2017
Beberapa cagar budaya menjadi destinasi utama hari ini, di perjalanan kami melewati Alun-alun Kidul, terlihat pohon beringin kembar yang terkenal dengan mitos legendaris, konon jika bisa melewati pohon itu dengan mata tertutup maka keinginan kita bisa terwujud. Sayang sekali musim hujan membuat area sekitar pohon beringin tergenang air sehingga tidak dapat dilewati. Tak jauh dari Alun-alun kidul, sampailah kami di komplek cagar budaya..
Taman Sari Water Castle
Istana Air Taman Sari, begitu orang menyebutnya. Bangunan Taman Sari adalah bekas kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, didalamnya terdapat kolam-kolam dan air mancur yang konon dahulu merupakan tempat pemandian para putri raja. Keindahan tempat ini membuatku takjub, dinding berlumut dengan cat krem, warna biru dari dasar kolam dan tanaman hijau menjadi kombinasi sempurna yang sedap dipandang mata. Komplek Taman Sari berada di permukiman warga, ada beberapa spot yang bila ingin kesana harus melalui perkampungan, kami pun menyewa guide untuk menuju kesana.
Keraton Yogyakarta
Masih di sekitar Taman Sari, kami melanjutkan perjalanan menuju Keraton Yogyakarta. Saat ini selain menjadi museum, keraton juga masih aktif digunakan saat acara-acara tradisi kesultanan. Koleksi benda pusaka, kendaraan keraton, pakaian adat dan berbagai pemberian dari raja-raja Eropa disimpan disini.
Siang hari, kami kembali ke penginapan sambil menunggu dua teman kami yang akan tiba di Yogyakarta. Pukul 2 siang kami berangkat ke lokasi titik temu..
Candi Prambanan
Jarak tempuh pusat kota ke lokasi Candi Prambanan di Kabupaten Sleman memakan waktu sekitar 1 jam. Kami punya waktu 2 jam untuk mengelilingi komplek Candi Prambanan sebelum tempat wisata ini ditutup pukul 5 sore. Akhirnya kami full team, dua teman yang baru datang adalah rekan kerja kami satu warga negara Jepang dan satu translator, perusahaan tempat kami bekerja memang Joint Venture dengan Jepang. Ini menjadi pengalaman pertamaku liburan dengan teman dari manca negara.
Seperti biasa Candi Prambanan penuh sesak, bahkan untuk berjalan kami harus bergantian. Tapi aku akui Prambanan memang luar biasa, di komplek candi Hindu terbesar di Indonesia ini terdapat arca dewa Siwa setinggi 3 meter yang berada di ruang utama. Ukiran-ukiran dan pahatan arca begitu mencerminkan estetika budaya Hindu pada masa itu.
Di komplek Candi Prambanan terdapat beberapa candi lain, dan kami memilih mengunjungi salah satunya yaitu Candi Sewu yang terkenal dengan legenda Roro Jonggrang nya. Memang benar kawasan candi ini memiliki candi-candi kecil yang tidak bisa dihitung jumlah nya, mungkin bisa tapi kami tidak se-niat itu hehe. Berbeda dengan Candi Prambanan, disini jauh lebih sepi mungkin hanya kami berlima dan beberapa orang turis. Kami berkeliling sambil sesekali berfoto menunggu senja turun, memang dari awal kami ingin berburu sunset.
Saat yang ditunggu tiba, dan lagi-lagi aku dibuat takjub. Pendar warna kuning dan jingga langit senja mengubah bebatuan candi menjadi siluet ketika dipotret, menyegarkan mata manusia yang melihatnya.
Saatnya kembali, perjalanan esok hari menanti..
Yogyakarta, Kota Penuh Cerita (Part II)
Komentar
Posting Komentar